Senin, 27 Februari 2012

Start Of Something Good

Diposting oleh Intang Kartika di 04.28 0 komentar
ARGH! Rasanya ingin berteriak dan bilang "Thanks Allah, setelah tiga bulan nunggu AKHIRNYA saya bisa dapet album Daughtry yang baru (Break The Spell)."
Dan, ada satu lagu yang membuat saya jatuh cinta pada pendengaran pertama. Judulnya Start Of Something Good. Lagu ini benar-benar easy listening, suara Daughtry yang khas mampu membuat lagu ini mempunyai jiwa yang berbeda dari lagu melow kebanyakan, pokoknya sesuatu. :)
 
Berikut liriknya:

"Start Of Something Good"


You never know when you're gonna meet someone
And your whole wide world in a moment comes undone
You're just walking around and suddenly
Everything that you thought that you knew about love is gone

You find out it's all been wrong
And all my scars don't seem to matter anymore
Cause they led me here to you

[CHORUS]
I know that its gonna take sometime
I've got to admit that the thought has crossed my mind
This might end up like it should
And I'm gonna say what I need to say
And hope to god that it don't scare you away
Don't wanna be misunderstood
But I'm starting to believe that this could be the start of something good

Everyone knows life has its Ups and downs
One day you're on top of the world and one day you're the clown

Well I've been both enough to know
That you don't wanna get in the way when its working out
The way that it is right now
You see my heart i wear it on my sleeve
Cause I just can't hide it anymore

[CHORUS]
I know that it's gonna take sometime
I've got to admit that the thought has crossed my mind
This might end up like it should
And I'm gonna say what I need to say
And hope to god that it don't scare you away
Don't wanna be misunderstood
But I'm starting to believe that this could be the start

Cause I don't know where it's going
There's a part of me that loves not knowing
Just don't let it end before we begin

You never know when you gonna meet someone
And your whole wide world in a moment comes undone

[CHORUS]
I know that its gonna take sometime
I've got to admit that the thought has crossed my mind
This might end up like it should
And I'm gonna say what I need to say
And hope to god that it don't scare you away
Don't wanna be misunderstood
But I'm starting to believe
Oh I'm starting to believe that this could be the start of something good 
 
 
 
 
 

Jumat, 24 Februari 2012

Itu, jika kau mau mempercayaiku.

Diposting oleh Intang Kartika di 16.42 0 komentar

Pada senja yang serupa, aku kembali menatap wajahnya yang kalut. Dia berjalan dengan bingung, bicara dengan aksen gamang dan menatapku ngilu. Pernahkah kau melihat seseorang begitu bodoh dan menderita karena cinta? Mungkin, keadaannya persis seperti itu.
Dia, Ravelin. Seorang gadis kecintaanku, gadis bermata coklat yang dulu menjadi teman sebangku kala sekolah, gadis manis dengan pita ungu dirambutnya yang aku kagumi semenjak tiga tahun lalu. Dia Ravelin, gadis lugu yang aku lepas hanya untuk seorang pria yang sangat di cintainya, tepat pada sebelas oktober tahun lalu
"Ada apa?" Aku menatap guratan putus asa dalam wajah lembut itu, dia bergeming. Aku tau, tidak mudah merelakan seseorang yang begitu kau cintai pergi, apalagi jika itu untuk selamanya. Suami kecintaan Ravelin baru saja meninggal, dan wanita itu sangat kacau. Dia melamun sepanjang hari, menemuiku hanya untuk duduk berdampingan tanpa pernah mau berkata apapun.

Harusnya kau tau, Ravelin. Bahkan sekalipun dia ada disurga, kebahagiaan mu masih akan tetap nyata. Itu, jika kau mau mempercayaiku.



Senin, 20 Februari 2012

Diam-diam...

Diposting oleh Intang Kartika di 04.58 0 komentar
Pada akhirnya, aku melihatmu berdiri disana. Diam memegangi kekhawatiranmu sendiri, diam-diam memendam bahagiamu sendiri, diam menyimpan bayangan mempelai wanita itu disudut matamu—dan kau benar-benar diam dengan tidak mempedulikanku disini. Apa yang bisa aku rasakan sekarang—memandang kebahagiaanmu dan bersyukur—atau merasakan sakit dan mengutuk? Aku juga tidak tau.
Bisakah kau beritahu?

R—dalam matamu, dulu aku pernah menemukan harapan. Ketika kau berjalan dengan senyum terkembang untuk pertama kali padaku, aku diam-diam berbisik—kau seperti cahaya matahari yang akan menuntunku pada malam dan kau seperti cahaya bulan yang akan menyeretku pada pagi.
Tapi, aku salah.
Kau berfikir jika aku bukan siapa-siapa.
Sementara aku berfikir kau segalanya.
Aku salah—ya, aku memang salah.
Aku terlalu naif saat itu, terlalu lugu untuk menjadi barang berharga milikmu.

Dan dalam senja yang akan segera direngkuh malam, masih ada satu hal yang aku percayai—bahwa aku ternyata masih sangat mencintaimu.

Semoga bahagia.


Subang, 20 Februari 2012

Minggu, 19 Februari 2012

R

Diposting oleh Intang Kartika di 23.18 0 komentar
Sebuah catatan kecil untuk seseorang yang berharga—R.

Tidak ada yang benar-benar tau, Kenapa—aku masih tetap memandangmu. Kenapa—aku masih mengatakan bahwa 'aku mencintaimu'. Kenapa—aku masih ragu untuk tidak mengingat wajahmu setiap hari. Memang tidak ada yang pernah tau, kenapa aku.

Rasanya sulit untuk menghapuskan kebiasaan-kebiasaan kecil ketika aku mencintaimu, sesulit aku pernah paham bagaimana rasanya menahan sakit saat kau berkata, "Aku akan menikah, berkati aku."
Kau tau? Aku tidak pernah benar-benar tersenyum ketika kau mengatakan hal itu—tidak akan pernah bisa. Bagaimanapun, hal terbaik yang kuharapkan adalah kau mencintaiku—bukan mencintainya, yang kuharapkan adalah kau merindukanku—bukan merindukannya, lalu harusnya kau menikahiku—bukan dirinya.

Dan semua ini seperti ngeri yang ku bawa lari, bayanganmu adalah jelaga yang tersisa—memuakkan!

Tanpamu, apa jadinya aku—tanpamu.

Diposting oleh Intang Kartika di 22.30 0 komentar

Sinar mentari menerobos jendela besar bergorden biru cerah itu, membelai lembut udara disekitar, serta menghangatkan segala benda yang disentuhnya pagi ini. Kicau burung bersahutan, membuat bising sabtu pagi yang ringan diawal desember. Seorang pria tengah berdiri menghadap coffee maker kesayangannya, tatapannya kosong—hampa. Aroma kopi menyeruak, itu sedikit menentramkan hatinya meskipun hanya sekejap sebelum sebuah suara yang sangat familiar menyita seluruh pendengarannya. Dia berjalan dengan sangat tergesa, menyentuh ponselnya yang sedari tadi berkedip dan mengeluarkan nada-nada khas—nada ringtone yang khusus dia atur hanya untuk kekasihnya.

“Ya! Kwon Ji Yool.” Bentak pria bertubuh tinggi dan tegap bernama Choi Minho itu. Wajahnya memberengut, giginya bergemeretak menahan kemarahan yang sudah lama dipikulnya. Hatinya kacau pagi ini, sangat kacau karena wanita bernama Kwon Ji Yool—wanita kecintaannya.

Tidak ada tanggapan apapun dari sebrang ponselnya, hingga suara telepon terputus sontak membuat Minho semakin marah. Kwon Ji Yool, sudah hampir seminggu wanita itu bersikap aneh. Dia tidak mengangkat telepon Minho ketika pria itu berada di Paris untuk kepentingan pekerjaan, wanita itu juga tidak membalas satupun pesan bertubi-tubi yang dikirimkan Minho padanya. Sekarang, setelah Minho sudah berada di Korea—wanita itu tidak juga datang menemuinya. Padahal perihal kepulangan Choi Minho ini sudah menyebar luas—siapapun penikmat K-Pop pasti mengetahui ini. Sebenarnya ada apa? Minho sama sekali tidak ingat jika dia telah membuat kesalahan, bahkan sebetulnya Minho tidak merasa pernah berbuat salah.

Atau, apakah dia telah melupakan sesuatu?


Minho menghembuskan nafas kesal, ponsel berwarna hitam legam miliknya tercecer dilantai—mungkin dia melepaskan kemarahannya pada benda mungil itu. Wajah Choi Minho semakin tidak beraturan, antara kesal campur menderita karena dia tidak dapat memastikan keadaan gadisnya. Bukankah riskan jika kau harus merasakan kegelisahan sepanjang waktu—terlebih jika itu ditimbulkan oleh sesseorang yang berarti bagimu? Begitu juga dengan Choi Minho.

***

Kwon Ji Yool mendekap keningnya dengan telapak tangan sebelah kiri. Rasa panas masih menjalari tubuh mungil itu—terkena demam dimusim dingin memang sangat menyebalkan baginya, ditambah lagi suaranya menghilang dari kemarin.

Dia lagi-lagi tersenyum menatap layar ponselnya yang dipenuhi wajah pria tampan bermata bulat—Choi Minho. Fikirannya terbang, ada segudang permasalahan kecil yang perlu dia tangani—terlebih masalah “itu.”

Tubuhnya sedikit beringsut dari posisi berbaringnya, dia bangkit dengan sekali hentakan lalu memastikan panas dikeningnya sekali lagi. “Ah—bukan masalah.” Ujarnya pada diri sendiri. Lalu, satu persatu langkahnya mulai menuju dapur. Dia mengambil beberapa buah dan roti dari lemari es, setelah itu memandangi benda-benda dihadapannya dengan tatapan kosong. Air mata mengalir, seperti hujan salju yang turun menjamahi kaca jendelanya.

Entah rasa apa yang kini berkecambuk difikirannya, rindu, bersalah, marah, curiga, atau takut. Gadis itu sama sekali tidak tau, yang jelas Choi Minho lah titik permasalahan dari semua ini—ya, memang Choi Minho lah penyebabnya.

***

Choi Minho tercenung menatap partitur-partitur yang tersusun rapi diatas piano miliknya. Dia sama sekali tidak tau apa yang harus diperbuat setelah kopi hitam dicangkir itu lenyap—sama sekali tidak tau. Dia sangat gelisah, terlebih karena kekosongan menyerangnya begitu saja setelah gadis itu menghindar. Dia terlalu takut—takut tidak mampu lagi berdiri jika Ji Yool benar-benar memutuskan pergi dari hidupnya—dari sisinya. Karena menurut pria itu, se-bahagia apapun hidupnya nanti—tanpa Ji Yool dia akan tetap merasa sia-sia, kesepian, merasa menjadi pecundang dan seperti sampah. Wanita itu memang telah menjadi bagian dari hidup Choi Minho, bagian yang teramat penting untuk dirinya. Kwon Ji Yool telah mencandui Minho dengan senyumnya yang magis dan pada dasarnya wanita itu benar-benar berharga bagi Minho.

***

Ji Yool mulai mengenakan mantel dan mengunci pintu. Udara menusuk syaraf-syarafnya dan melahirkan rasa dingin yang teramat riskan untuk dia rasakan. Dia berjalan, menguatkan dirinya untuk tetap menatap cahaya matahari pagi ini. Seoul masih diguyur hujan salju, tapi apa boleh buat—dia harus sesegera mungkin menyelesaikan permasalahan “itu.”

Dia berbelok, menyusuri anak tangga dan berdiri pada sebuah pintu. Nafas dihamburkannya keluar secara bertubi-tubi—mungkin dia kelelahan. Jarinya gemetar, dia membasahi bibirnya terlalu sering dan menatap pintu dihadapannya dengan hati gamang.

***

Ini sudah cangkir kedua untuk kopi pagi Minho, namun pria itu masih belum merasa membaik. Jarinya diketukan dengan ringan diatas paha, dahi pria itu berkerut—dia berfikir terlalu keras hingga raut wajahnya tampak begitu mengerikan. Apa yang perlu diperbuatnya? Pria itu justru bertanya hal sama pada dirinya sendiri. Jujur saja, dia ingin sekali berlari mencari gadis itu, melepaskan rindunya dan segala hal yang mengganggu dalam fikirannya—hanya saja ketakutan menelusup. Fikiran-fikiran negativ menghatuinya akhir-akhir ini, bagaimana jika Ji Yool merasa bosan padanya?
Pria itu mengerang.

***

Ji Yool berdiri diambang pintu bercat coklat tua dengan nomor 233 berwarna emas. Dia sedikit ragu ketika akan menekan bel, matanya melirik sebuah kunci dalam genggamannya yang tentu saja akan cocok untuk membuka pintu tersebut—namun dia mengurungkan niat semula. Gadis itu masih mematung, sementara dia merasakan tubuhnya begitu lemah karena demam tinggi yang belum juga turun. Sebersit perasaan rindu menghujam hatinya, pria itu apakah ada disana?

Dia tetap bergeming. Menghujam tatapannya pada tanah yang dipijak dan berfikir. Haruskah? Haruskah dia muncul dihadapan pria itu dan memeluknya? Mengatakan hal-hal yang seharusnya dia katakan dan mengucapkan kalimat penyesalan?

***

Minho mengambil mantel yang tergantung dengan kasar. Langkahnya terburu-buru menuju pintu. Dalam fikirannya dia berkata, apapun yang akan terjadi dia harus menemui gadis itu.

Handle pintu sudah digenggamnya, namun dia mengurungkan niat. Dia tercenung cukup lama, hatinya masih ciut—dia tidak punya nyali untuk menghadapi kenyataan pahit nanti. Akhirnya Minho mengukuhkan niat, dia memutar handle pintu dan menariknya dengan tenaga yang berlebihan. Lalu dia berhenti, takjub memandang siapa yang tengah berdiri dan tersenyum dibalik pintu rumahnya.

Gadis itu ada disana, mendekap sebuah mawar merah. Dia tersenyum dengan anggun dan mencoba mengeluarkan suara yang lirih serta parau, “Selamat ulang tahun jagiya. Maaf aku menghindari mu selama ini, aku hanya ingin kau merasakan sedikit guncangan kecil sebelum pada akhirnya kau akan mendapatkan kebahagiaan yang semestinya kau dapatkan. Sekali lagi, selamat ulang tahun.”

Minho bergeming, dia masih mencerna segala kalimat yang baru saja didengarnya. “Jadi, selama ini kau membodohiku?”

Gadis itu tersenyum—senyum manis yang membuat Minho selalu ingin melihatnya.

“Kau jahat, Ji Yool,” Ucap Minho, dia meraih gadisnya dan mendekap Ji Yool erat, menghiraukan ratusan kelopak mawar yang tersia-siakan dilantai. Ada perasaan lega menjalari Minho, rasa itu menelusup melewati punggungnya lalu terus merambat ke hatinya dan jatuh pada kecupan dalam Minho untuk gadis bernama Kwon Ji Yool—gadis kecintaannya. “Terimakasih, Ji Yool-aa.”

Tanpamu, apa jadinya aku—tanpamu.

Subang, 20 Februari 2012 



Surat Cinta untuk Kim Jae Joong 3

Diposting oleh Intang Kartika di 01.36 0 komentar

Cerita dibalik surat cinta untuk Kim Jae Joong.
Diambil dari sudut pandang Sonia Amandani Sukatma.

PENTING: Ini bukan sebuah surat, hanya narasi pendek untuk memperjelas endingnya.
selamat membaca :)
(peluk)
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

19 Februari 2012

Aku baru saja selesai menulis surat untuk Kim Jae Joong ketika aku mendengar ponselku bergetar, sebuah suara khas milik pria itu menggema setelahnya. Dengan segenap perasaan malas, aku beringsut dari tempatku dan membaca sms yang masuk. Aku tersenyum, itu sms dari Nayani—sahabatku. Dia menjelaskan bahwa seminggu lagi dia akan menggelar resepsi pernikahannya dengan Lee Taemin, ah—aku iri melihat pasangan yang akan berbahagia itu. Kim Jae Joong, dia bahkan sama sekali tidak menanggapi satupun suratku. Sebenarnya, pria itu dimana?
Semilir angin menemaniku menyesap teh hangat, juga menatap cakrawala yang merona jingga. Setiap senja tiba, aku selalu merasakan perasaan ini—perasaan sedih yang teramat sering membelenggu karena Jae Joong tidak ada disisiku. Padahal baru seminggu aku di Jakarta, baru seminggu pula aku menunggu janjinya, namun aku sudah sekacau ini. Aku fikir memang tidak ada lagi hal yang paling membahagiakan selain ada disisi Jae Joong, karena pria itu memiliki hal yang bisa membuatku selalu merasa baik.
Aku merindukan pria itu. Semua yang dilakukannya terlihat begitu sulit dilupakan, cara dia tersenyum, berjalan, melakukan hal-hal spele yang khas—seperti ketika dia merapikan rambutnya dengan bercermin dimataku, atau ketika dia melakukan pemanasan sebelum menyentuh tuts pianonya. Hal-hal seperti itulah yang justru sering membuatku merindukannya, aku merindukan Kim Jae Joong-ku—Jae Joong milikku.
Setitik bulir bening mengalir dari mataku, rasa pahit menjelajah—rasa yang begitu sering aku terima. Sinar mentari semakin kabur, langit menggelap dan aku memaksakan diriku untuk bergerak menuju tempat tidur. Namun, ketika aku baru saja hendak menaiki anak tangga yang tingginya tidak seberapa itu, pintu apartemenku diketuk—berulang ulang. Jariku gemetar memegang hendle pintu, ku tarik perlahan dan seorang pria tersenyum dengan senyumnya yang biasa.
“Dengan nona Sonia?” Ucap pria bermata sipit itu.
“Ya?”
“Ada kiriman paket, ini paketnya dan silahkan tanda tangan disini.” Dia menyimpan kotak besar itu didepan pintu sementara aku mencoret secarik kertas berwarna kuning yang diberikannya. “Terimakasih, selamat sore.” Pria itu berlalu.
Aku terpekur menatap kotak besar yang kini sudah berpindah ke atas meja tamu, sebuah kotak besar yang dikirim dari Korea—dari kediaman Kim Jae Joong. Antara  takut campur bahagia, aku mulai melucuti pita cantik yang menjadi penghalang satu-satunya untuk dapat melihat isi dari kotak tersebut. Hatiku melonjak, kertas-kertas berserakan disana, kertas itu tidak lain adalah—surat-suratku untuk Jae Joong.
Aku menguatkan hatiku, sementara tangis adalah sesuatu yang tidak bisa aku tahan. Aku memungut salah satu kertas berwarna paling terang dari sana, itu adalah surat balasan dari Kim Jae Joong.
Dia menulis sangat singkat, padahal harusnya dia menulis sejumlah surat yang sama dengan yang ku kirimkan.

Dear, Sonia-ku.

Kau tau apa artinya ini?
Ya! Jangan menangis dan jangan merasa telah aku sia-siakan. Dengarkan dulu penjelasanku.
Sonia yang hatinya selalu milikku, apa kau tau jika hatiku juga sama? Jika kau mempertanyakan kenapa aku mengirim semua surat-surat ini kembali padamu, jawabannya hanya satu.
Aku tidak membutuhkan semua surat-surat cinta menyakitkan darimu. Kau harusnya tau, jika aku lebih merindukanmu dari yang pernah kau ketahui. Jadi, jangan tambahkan bebanku dengan cara seperti ini.
Sonia yang cintanya akan selalu menjadi milikku, yang aku butuhkan hanya satu—yaitu kau ada disini, mendampingiku, menjadi seseorang yang akan selalu ku dekap dikala malam, menjadi kekasih ku untuk selamanya dan menjadi ibu untuk anak-anak ku nanti. Menikahlah denganku, dan jangan tanyakan lagi soal perbedaan diantara kita—itu sudah aku hapuskan, percayalah.
Di kotak itu, ada beberapa kebahagiaan yang aku bawa untukmu. Carilah dan segeralah menjadi milikku.

Sekarang ku kembalikan lagi perkataanmu tempo hari. Aku menunggumu, Sonia.


Wajahku merona merah, ku seka air mata yang sedari tadi membanjiri pipiku. Seluruh isi kotak itu nyaris keluar, lalu mataku menemukan sesuatu didasarnya. Sebuah kotak mungil bertengger dengan anggun—isinya adalah sepasang cincin.
Aku tersenyum lega.
Kau fikir adakah hal yang lebih menggembirakan selain semua ini? Ya! Kim Jae Joong, aku akan segera berada disana. Tunggu aku.


Subang, 19 Februari 2012

Sabtu, 18 Februari 2012

PROLOG

Diposting oleh Intang Kartika di 15.22 0 komentar
Pernah suatu waktu aku mencintai nya.
Berharap dia akan menjadi langit yang menaungi hidupku.
berharap dia adalah satu-satunya pria milikku.
Aku menunggunya setiap detik, sekalipun aku benar-benar tidak tau dia berada dimana.
Aku menunggunya seperti meyakini bahwa aku akan hidup bertahun-tahun kedepan.
Aku menunggu. Menunggu.
Hingga harapan itu datang.
Harapan itu seperti cahaya kecil dalam kegelapan dan menjelma wajahnya.
Aku bersyukur Tuhan mempertemukan kita.
Hanya saja, apakah hidup seindah yang ku bayangkan?
Apakah kau seperti dalam fikiranku?
Apakah aku seperti dalam fikiranmu?
Apakah pada akhirnya kita akan berjalan berdampingan?

intang kartika - Subang

Surat Cinta untuk Kim Jae Joong 2

Diposting oleh Intang Kartika di 15.21 0 komentar
17 Februari 2012

Karena aku mengerti segala hal yang ada padamu—bahkan hal-hal yang dirimu sendiripun tidak dapat mengerti itu dengan baik, Sonia. Percayalah.

Malam ini aku terpekur menatap langit Jakarta yang pekat, sesekali menghembuskan nafas berat—keluhanku pada udara Jakarta yang panas. Kim Jae Joong, kau masih ingat kalimat diatas itu? Ya, kalimat itu selalu berhasil membuatku luluh padamu, pada situasi apapun, semarah apapun—dan harus aku akui jika kau benar-benar pintar merayu wanita. Semoga keahlian itu hanya kau pergunakan padaku.


Ah—hari itu adalah pertama kali aku marah. Aku sungguh tidak mengerti kenapa harus marah hanya karena kau menanggapi pujian wanita-wanita muda yang mengaku fans beratmu—aku terlalu kekanakan ya? Maaf. Tapi, kau harus tau Kim Jae Joong, ada banyak hal yang aku khawatirkan—bahkan disaat kita berdua berjalan berdampingan. Kau terlalu tampan dan terlalu mempesona, mana mungkin aku bisa dengan tenang membiarkanmu tersenyum dengan cara yang hampir sama pada wanita-wanita itu?

Kim Jae Joong, kau memang mengerti segala hal yang ada padaku. Bahkan hari itu pun kau mengerti jika aku marah, sekalipun aku sama sekali tidak mengatakan apapun, sekalipun saat itu aku tersenyum padamu—tapi kau selalu tau, kau selalu tau apa yang ada dalam fikiranku. Dan jika mengingat semua itu—aku semakin yakin tentang keputusan ku untuk menunggumu ini tidak salah. Ya, aku sangat yakin.

Lalu, aku ingin bertanya satu hal. Apa yang kau ketahui tentang rindu? Apa kau merindukanku? Apa kau masih mengenang kenangan manis kita? Ah—mungkin ini sudah lebih dari satu pertanyaan, bukankah begitu? Ya! Kim Jae Joong, aku merindukanmu—sangat.

Sementara aku masih berkhayal, boleh kah aku meminta sesuatu padamu? Aku mohon, jangan terlalu sibuk sehingga kau tidak bisa mengingatku, jangan terlalu letih sehingga kau tidak punya energi lebih untuk merindukanku, jangan telat makan sehingga menyebabkanmu akan terlalu sulit untuk mengingat wajahku dan jangan pernah bosan untuk mencintaiku. Mungkin kedengarannya semua itu sangat egois, tapi bukankah kau selalu mengerti aku—bahkan hal-hal yang diriku sendiripun tidak dapat mengerti itu? Jadi, turutilah perintahku, mengerti?

Aku akan menulis dengan singkat untuk malam ini. Selamat malam Kim Jae Joong, aku berharap kau akan lebih terang dari bintang manapun yang aku temui di langit malam ini.

Dari seseorang yang mengharapkan mu selalu mencintainya, Sonia Amandani Sukatma.





 Subang, 17 Februari 2012
intang kartika
 

Surat Cinta untuk Kim Jae Joong 1

Diposting oleh Intang Kartika di 15.19 0 komentar
Author: Seperti janji saya tempo hari, saya akan membuatkan semacam ff untuk Sonia, sahabat saya yang sangat takut suaminya direbut (kekeke). Ini adalah bagian pertama surat cinta untuk Kim Jae Joong, maaf karena tidak dapat menyampaikannya dalam bentuk narasi yang kronologis dikarenakan keadaan otak dan situasi yang sedang tidak memungkinkan terciptanya hal-hal diatas. Selamat membaca, semoga tidak kebingungan. (Untuk lanjutan surat cintanya, ditunggu saja :)) terimakasih *peluk*
 ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Surat Cinta 1

14 Februari 2012.

Dear, Kim Jae Joong.
Dari seseorang yang selalu mendoakanmu di kejauhan, Sonia Amandani Sukatma.

Aku baru sampai di Jakarta, satu jam yang lalu. Jam berapa sekarang di Korea? Um, sepuluh malam? Kau pasti masih sibuk diluar sana, menjejaki stage demi stage—apa kau mengingatku?

Ah—Kim Jae Joong. Kau tau? Aku membangun harapanku untuk pertama kali disini, di Jakarta. Entah kenapa, rasanya aneh setelah lima tahun meninggalkan kota ini, meninggalkan apartemen pertama ku untuk bertolak ke Korea—mengejar beasiswa impian, janji-janji kebanggaan. Aneh—karena aku merasa ada sesuatu yang kurang. Ya, harusnya kau ada disini—bersamaku.

Semuanya memang sudah selesai, namun pertemuan pertama kita dan semua kenangan itu masih berbekas disini. Apa kau masih ingat ucapanmu sebelum aku pergi? Kau berkata akan selalu mengingatku, menjaga perasaanmu—cinta kita hingga kita dapat bertemu lagi dan memulainya dari awal, melepaskan segala macam perbedaan-perbedaan itu. Dan aku percaya Kim Jae Joong, bahwa Tuhan itu satu dan perbedaan itu hanya masalah waktu. Aku menunggumu.


Kau tau? Saat melihat matamu, aku merasa bahwa kita akan bersama dalam kurun waktu yang sangat lama. Kita akan saling mencintai, mempercayai, saling menjaga dan menumbuhkan perasaan ini dengan nyaman. Menikah, membangun rumah kecil ditepian pantai yang jendelanya menghadap ke titik matahari tenggelam, mempunyai keluarga kecil—anak-anak yang lucu yang wajahnya akan mirip denganmu dan memanggilku dengan sebutan ibu. Tidakkah itu menyenangnkan? Ah, namun sayangnya aku salah—aku selalu salah menilai semuanya. Kau, pria yang paling aku cintai—tapi cinta bukan sesuatu yang dengan mudah bisa diatur oleh kehendak manusia.

Kim Jae Joong, malam sudah sangat tua dan itu tanda bahwa pagi akan segera menagih janji-janji ku untuk dunia. Namun, aku masih belum normal untuk menghadapi cahaya mentari—aku membutuhkanmu. Bisakah kau menekan tuts-tuts piano kecil itu untukku? Agar aku bisa tertidur seperti biasa di sofa hangatmu, lalu terbangun dengan wajahmu disisiku. Dan apakah besok aku masih dapat menyentuh gorden putih itu? Gorden yang dengannya aku biasa membangunkan mu—bersama cahaya matahari. Jujur aku ketakutan—karena aku sudah terlalu terbiasa bersamamu.
Aku mulai mengantuk sekarang. Selamat malam, Kim Jae Joong. 




Subang, 15 Februari 2012
intang kartika


Malam itu, aku menatap wajahmu.

Diposting oleh Intang Kartika di 15.13 0 komentar
Aku menjerit. Nyeri menjelajah sekujur tanganku.
Ya Tuhan, apalagi ini? Setelah tadi aku terlambat masuk kerja, sekarang mesin sialan ini menghukumku? Oh my...
Jariku dengan sempurna sudah terjepit dimesin pembuat kabel-kabel itu, aku meringis setelah menjabut jari dari sana dan berjongkok---menangis.
Semua orang datang, mencermatiku dengan panik. Pertanyaan bertubi-tubi datang memenuhi telingaku, namun yang kubutuhkan sebenarnya hanya satu---yaitu obat penahan sakit.
"Nayani? Kamu gak apa-apa?" Tanya suara leader yang aku kenal. Aku menggeleng, mencoba kuat namun tetap membenamkan kepalaku di atas lutut.
Tiba-tiba semuanya hening, mungkin mereka sudah membiarkanku sendiri. Dan hanya ada derap sepasang sepatu yang menghampiriku, aku memasang telinga ketika tangan lembut dan harum yang kukenali itu menyentuh puncak kepalaku.
"Nayani? Apa begitu sakit?"
Aku tersentak, refleks aku mengangkat kepalaku dan mendapati sosoknya disana. Dia tersenyum khawatir, matanya tidak lepas dariku---ya, mata itu memang selalu memberiku kekuatan.
"Aku baik-baik saja kok, David." Bisikku lirih.
Dia meraih kepalaku dalam pelukannya, "Jangan berbohong."
Aku hanya dapat mengangguk lemah, dia menghela nafas dan melanjutkan perkataannya, "Harusnya aku tidak membiarkanmu terluka, maaf." Seketika nyeri ditanganku hilang, sebentuk perasaan hangat menelusup.



Subang, 7 Februari 2012

intang kartika


Translate Indonesia (FIRST KISS - 4MEN)

Diposting oleh Intang Kartika di 03.28 0 komentar

Berjanjilah padaku, kamu tidak akan lemah.
Saat ini tahanlah air mata yang berlinang.
Keharuman ciuman yang manis, ingatan cinta,
kebiasaanku yang sepele, gaya berjalan, dan nama saya pun... hapuskan aja.

Kamu adalah mimpiku yang pertama.
Kamu adalah yang pertama,  ciumanku, duniaku.
Kenangan tidak memiliki kekuatan apa pun.
Meskipun kenangan sudah menjadi berkarat,
saya mohon kau mengingat hanya satu hal ini.
Kamu adalah yang pertama, mimpiku, duniaku.
Maafkan aku.

Kalau kamu menangis sepuas hati beberapa hari, kamu barangkali akan melupakanku.
Ya.. begitulah hapuskan aku dari ingatanmu.
Keharuman ciuman yang manis, ingatan cinta,
kebiasaanku yang sepele, gaya berjalan, dan nama saya pun... hapuskan aja.


Kamu adalah mimpiku yang pertama.

Kamu adalah yang pertama,  ciumanku, duniaku.
Kenangan tidak memiliki kekuatan apa pun.
Meskipun kenangan sudah menjadi berkarat,
saya mohon kau mengingat hanya satu hal ini.

Kamu adalah yang pertama, mimpiku, duniaku.
Maafkan aku.


Aku berdoa, sudah terlalu banyak untuk dihitung
cinta terakhirku adalah kamu.
Tapi, nampaknya tidak.
Kamu akan saya kenang sebagai luka pertama bagiku.
Sekarang aku...


Kamu adalah mimpiku yang pertama.

Kamu adalah yang pertama,  ciumanku, duniaku.
Kenangan tidak memiliki kekuatan apa pun.
Meskipun kenangan sudah menjadi berkarat,
saya mohon kau mengingat hanya satu hal ini.

Kamu adalah yang pertama, mimpiku, duniaku.
Maafkan aku.

Jumat, 17 Februari 2012

FF- Sekejap.

Diposting oleh Intang Kartika di 16.07 0 komentar
"Jadi, kenapa kau memutuskan untuk menolakku jika pada kenyataannya kau mencintaiku?" Pria itu mencengkram lengan gadisnya erat, sementara gadis itu hanya diam memandang wajah jalanan yang mereka pijak. Hening melanda mereka sekejap.
"Karena aku selalu ketakutan jika melihat matamu," Gadis itu memandang mata teduh prianya, lalu kembali menunduk—kali ini lebih dalam. Pria itu jelas terkejut, namun tidak mampu berkata apapun—fikirannya terlalu kalut saat itu, antara percaya atau menolak kenyataan-kenyataan yang dia dengar. Mungkin dia hampir beranjak gila—namun dia tahan. "Melihat matamu menyadarkanku jika banyak sekali hal yang tidak ingin aku lepaskan dari sana. Setiap aku menatapmu—aku pasti akan berfiikir seribu kali untuk bisa pergi dari sisimu. Aku mencintaimu, namun bukankah perasaan cinta itu tidak selamanya harus diikuti kata memiliki?" Gadis cantik itu melepas genggaman erat yang sedari tadi mengganggunya untuk melanjutkan perjalanan. Dia berbalik, lalu meninggalkan pria malang itu sendirian. Sebersit perasaan bersalah menelusup, tapi memang tidak ada jalan terbaik selain meninggalkan wajah terkasih itu dengan penuh rasa terluka.
Sampai jumpa.


Subang, 18 Februari 2012

Intang Kartika

Kamis, 09 Februari 2012

Lee Taemin, dia membuatku jatuh cinta.

Diposting oleh Intang Kartika di 05.05 0 komentar
entah sejak kapan, tepatnya tanggal berapa, aku mulai merasakan perasaan itu. Ya, sebentuk perasaan yang datang begitu saja untuk sosok tampan, kurus, putih dan berwajah lembut, pria energik bernama Lee Taemin. Aku mencintainya--sangat sangat sangat mencintainya. kekeke
Dia memiliki ku pada pandangan pertama, ah--kau harus tau bahwa pria ini begitu imut. Coba lihat senyumnya, tingkah manjanya, cara dia berbicara. Dia seperti bayi, dan aku sangat menyukai bayi--bayi besar bernama Taemin. Saranghae :)



Minggu, 05 Februari 2012

So Long, so long - Dashboard confessional

Diposting oleh Intang Kartika di 17.47 0 komentar
Hand out the window
Floatin' on air
Just a flip of the wrist
And I am wavin' you goodbye

Drive past the lifeguard stand
Where I sit around waiting for you to remember
As I drive

How the girls could turn to ghosts before your eyes
And the very dreams that led to them are keeping them from dying
And how the grace with which she walked into your life
Will stay with you in your steps,
And pace with you a while
So long, so long [x2]

The speaker in this door is blown
So nothing sounds quite right
Takin' my time, takin' this drive, wavin' this town goodbye,
And I drive this ocean road and remember
The small of your back
And the nape of your neck
I remember everything as I drive, wavin' this town goodbye

I remember

How the girls can turn to ghosts before your eyes
And the very dreams that led to them are keeping them from dying
And how the grace with which she walked into your life
Will stay with you in your steps,
Pace with you a while
So long, so long...

And I will leave under the cover
Of summer's kiss upon the sky
Like the stone face of your lover
Just before she says goodbye
I was certain that the season could be held between my arms
Well just as summer's hold is fleeting
I was here but now I'm gone...
I'm gone... I'm gone, I'm gone
I'm gone...

Kamis, 02 Februari 2012

You say, "life is too short." (PROLOG)

Diposting oleh Intang Kartika di 16.29 0 komentar
"Move on."
Itu kata pertama yang aku dengar dari mulutnya. Entah hal apa yang membuatnya begitu antusias menyebutkan kata itu, entah. Hanya saja, semua orang tau jika kami memang telah lama putus dan tentu saja perasaan cinta itu sudah menguap entah kemana diantara kami. Namun, aku tidak pernah mendapati wajahnya yang berubah begitu menyedihkan--yah, mungkin tidak sampai saat tadi.
"Apa maksudmu?" Aku menyeringai diikuti tatapan aneh pada pria yang kini berdiri gemetar dan gugup dihadapanku. Rahang pria bernama Lee Taemin itu menegang, tangannya terkepal--seperti menyembunyikan emosi yang meluap-luap dari dalam dadanya. Dia diam. Aku menunggu kalimat lain keluar, namun sia-sia.
Bising deru kendaraan juga alunan melodi tempo lambat dari cafe didepan kami ini membuat suasana makin riskan. Lee Taemin membuang pandangannya dari mataku, lalu sedetik kemudian dia melangkah pergi.
Ada apa dengan pria itu?

Love of Seven Years - Kyuhyun

Diposting oleh Intang Kartika di 04.47 0 komentar
Kita bersama selama tujuh tahun.
Tak ada yang tahu bahwa kita akan mengucapkan selamat tinggal dengan mudah.
Namun, kita tetap berpisah.
Dengan kenangan yang telah kita bangun dalam waktu yang tak singkat, sekarang hilang.
Bagaimanapun kita masih muda.

Bagaimana kita saling bertemu, Aku bahkan tidak ingat sedikit pun.
Sulit bagi kita untuk mengatasi perubahan ini.
Mereka mengatakan bahwa mengucapkan selamat tinggal itu merupakan hal yang menyakitkan.
Tapi aku bahkan tidak punya waktu untuk merasakan itu.
Aku hanya merasa aku telah sendiri.
Tapi aku menangis.

Waktu berlalu dan itu memberikanku kerinduan yang mendalam.
Berbeda dari apa yang aku pikir dan lihat.
Pertama sebagai teman kemudian kekasih.
Kita berkata bahwa kita akan tetap berteman bahkan jika kita terpisah.
Selama 3 tahun merasakan rasa kesepian.
kadang-kadang saling menghubungi satu sama lain.
Bahkan jika aku bertemu orang lain lagi,
Bahkan ketika aku mencintai lagi,
Setiap kali aku sedih aku akan memanggil mu tanpa kata, hanya air mata jatuh.
Kau telah menemukan seseorang yang baik.
Aku menduga dalam hatiku tanpa mengatakannya.
Aku bertanya apakah kau masih menyukai ku? Tanpa berfikir apapun, aku berharap kau akan mengatakan itu kembali.
Aku tahu
Kita memiliki cinta yang paling murni.
Kembali kepada kenangan kita yang takkan pernah aku hapus dari kenangan dan ingatanku.
Sering aku merasakan kau bersifat dingin padaku.
Tapi sekarang aku tahu kau tidak bisa meminta apa-apa.
"Aku akan menikah" itulah yang kau katakana padaku.
Setelah itu untuk waktu yang lama aku terdiam.
Lalu aku menangis,mendengar kata-kata terakhir mu kepada ku.
Satu-satunya kata yang ingin aku dengar adalah bahwa kau mencintaiku.
 

Intang Kartika Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei