Aku menjerit. Nyeri menjelajah sekujur tanganku.
Ya Tuhan, apalagi ini? Setelah tadi aku terlambat masuk kerja, sekarang mesin sialan ini menghukumku? Oh my...
Jariku dengan sempurna sudah terjepit dimesin pembuat kabel-kabel itu, aku meringis setelah menjabut jari dari sana dan berjongkok---menangis.
Semua orang datang, mencermatiku dengan panik. Pertanyaan bertubi-tubi datang memenuhi telingaku, namun yang kubutuhkan sebenarnya hanya satu---yaitu obat penahan sakit.
"Nayani? Kamu gak apa-apa?" Tanya suara leader yang aku kenal. Aku menggeleng, mencoba kuat namun tetap membenamkan kepalaku di atas lutut.
Tiba-tiba semuanya hening, mungkin mereka sudah membiarkanku sendiri. Dan hanya ada derap sepasang sepatu yang menghampiriku, aku memasang telinga ketika tangan lembut dan harum yang kukenali itu menyentuh puncak kepalaku.
"Nayani? Apa begitu sakit?"
Aku tersentak, refleks aku mengangkat kepalaku dan mendapati sosoknya disana. Dia tersenyum khawatir, matanya tidak lepas dariku---ya, mata itu memang selalu memberiku kekuatan.
"Aku baik-baik saja kok, David." Bisikku lirih.
Dia meraih kepalaku dalam pelukannya, "Jangan berbohong."
Aku hanya dapat mengangguk lemah, dia menghela nafas dan melanjutkan perkataannya, "Harusnya aku tidak membiarkanmu terluka, maaf." Seketika nyeri ditanganku hilang, sebentuk perasaan hangat menelusup.
Subang, 7 Februari 2012
intang kartika
Ya Tuhan, apalagi ini? Setelah tadi aku terlambat masuk kerja, sekarang mesin sialan ini menghukumku? Oh my...
Jariku dengan sempurna sudah terjepit dimesin pembuat kabel-kabel itu, aku meringis setelah menjabut jari dari sana dan berjongkok---menangis.
Semua orang datang, mencermatiku dengan panik. Pertanyaan bertubi-tubi datang memenuhi telingaku, namun yang kubutuhkan sebenarnya hanya satu---yaitu obat penahan sakit.
"Nayani? Kamu gak apa-apa?" Tanya suara leader yang aku kenal. Aku menggeleng, mencoba kuat namun tetap membenamkan kepalaku di atas lutut.
Tiba-tiba semuanya hening, mungkin mereka sudah membiarkanku sendiri. Dan hanya ada derap sepasang sepatu yang menghampiriku, aku memasang telinga ketika tangan lembut dan harum yang kukenali itu menyentuh puncak kepalaku.
"Nayani? Apa begitu sakit?"
Aku tersentak, refleks aku mengangkat kepalaku dan mendapati sosoknya disana. Dia tersenyum khawatir, matanya tidak lepas dariku---ya, mata itu memang selalu memberiku kekuatan.
"Aku baik-baik saja kok, David." Bisikku lirih.
Dia meraih kepalaku dalam pelukannya, "Jangan berbohong."
Aku hanya dapat mengangguk lemah, dia menghela nafas dan melanjutkan perkataannya, "Harusnya aku tidak membiarkanmu terluka, maaf." Seketika nyeri ditanganku hilang, sebentuk perasaan hangat menelusup.
Subang, 7 Februari 2012
intang kartika
0 komentar:
Posting Komentar