Aku mungkin bukan sebuah isyarat yang dibawa Tuhan untuk
berdampingan denganmu. Mungkin saja aku hanya selembar kertas kusam dengan
tanda silang dipermukaannya, tanda bahwa batas sakral akan terlewati olehmu
jika berada bersamaku. Namun, Tuhan pasti tau bagaimana perasaan-perasaan tanpa
batas ini muncul diantara kita. Dia juga tidak akan berpura-pura lupa untuk
alasan apa kita berdua dipertemukan, entah untuk bahagia bersama atau hanya
untuk belajar bagaimana caranya memiliki dan melepaskan, ah—aku juga tidak tau
mengenai rencana Tuhan yang satu itu. Hanya saja, gelas sudah terisi penuh—dan
terasa sayang untuk menumpahkan airnya begitu saja.
Cinta berbeda keyakinan. Sering aku mendengar kata itu,
namun tidak pernah berfikir jika itu akan terjadi padaku juga—pada kita. Terkadang,
seperti ingin menyalak pada diriku sendiri, kenapa cinta malah bersentuhan
denganmu? Bukan, bukan karena aku menyesal bertemu pria sepertimu, hanya saja
aku menyesal pada situasi diantara kita, pada jarak dan perbedaan yang begitu
besar. Ah, dan semua ini menjadi menakutkan pada akhirnya.
Aku yakin, kamu tidak akan pernah dapat melompat untukku—begitu
juga aku. Pada akhirnya, untuk kesekiankali waktu mempermainkan kita kembali. Ah,
Tuhan, cerita melow dramatic seperti ini aku benar-benar menderita.